Infrastruktur Digital Tanpa Izin: Saat Inovasi Menabrak Tata Kelola

Foto.Bung Suryo Ketua Pokja Bantar Gebang (Ist)

Oleh: Bung Suryo, Ketua Pokja Wartawan Bantar Gebang

Di era transformasi digital yang melaju pesat, infrastruktur telekomunikasi menjadi urat nadi kemajuan. Internet bukan lagi sekadar kebutuhan tambahan, melainkan hak dasar warga di tengah arus informasi global. Namun, pembangunan infrastruktur digital—seberapa pun pentingnya—harus tetap berpijak pada prinsip hukum, tata kelola wilayah, serta etika sosial. Tanpa itu, inovasi justru bisa menjelma menjadi bentuk baru dari pelanggaran.

Sebuah kasus mencuat di Kelurahan Ciketingudik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, yang menunjukkan bagaimana arogansi teknologis bisa berbenturan dengan kepatuhan administratif. Vendor penyedia layanan internet MyRepublic diduga telah melakukan pemasangan tiang kabel secara sepihak, tanpa melalui prosedur izin resmi dari pemerintahan kelurahan.

Tiang Berdiri, Izin Terabaikan

Sedikitnya sepuluh tiang kabel telah tertanam di lingkungan RW 06, tepatnya di Jalan Mandor Aren. Pemasangan ini dilakukan tanpa ada koordinasi dengan pihak kelurahan—sebuah kelalaian serius yang dibenarkan langsung oleh Lurah Ciketingudik, Usep Wijaya, SE. Menurut beliau, tidak pernah ada surat pemberitahuan atau permohonan izin dari pihak vendor sebelum kegiatan berlangsung.

Padahal, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 130 Tahun 2018 tentang Kegiatan Pembangunan Sarana dan Prasarana di Kelurahan, setiap aktivitas pembangunan fisik yang menyentuh ruang publik wajib melalui mekanisme koordinasi dengan pemerintah kelurahan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur kewenangan kelurahan sebagai ujung tombak pelayanan dan pengawasan ruang publik di wilayahnya. Aturan-aturan ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan fondasi penting untuk menjamin keselamatan, keteraturan, dan keberlanjutan lingkungan.

Tata Kelola yang Dilanggar

Apa yang dilakukan oleh vendor MyRepublic tidak hanya mencederai norma etika, tetapi juga menyalahi prinsip-prinsip good governance dalam pengelolaan wilayah. Tanpa adanya izin resmi, pemerintah kelurahan kehilangan wewenang untuk mengevaluasi aspek keselamatan, ketepatan lokasi, serta kesesuaian pemasangan dengan rencana tata ruang dan program pembangunan yang sedang atau akan berjalan.

Tiang kabel udara yang dipasang sembarangan berpotensi menjadi ancaman nyata: mengganggu estetika kota, menciptakan potensi bahaya bagi kendaraan tinggi, serta menjadi titik rawan saat terjadi cuaca ekstrem. Ketika infrastruktur dipaksakan tanpa regulasi, yang muncul bukanlah kemajuan, melainkan kekacauan.

Keresahan Warga: Ruang Publik yang Terampas

Masyarakat setempat tidak tinggal diam. Ketidakteraturan yang ditimbulkan oleh tiang-tiang yang berdiri tanpa kejelasan menyulut keresahan. Ruang publik seolah menjadi arena eksploitasi korporasi, tanpa partisipasi warga. Ini menimbulkan jurang ketidakpercayaan antara warga dan perusahaan penyedia layanan, bahkan ketika niat dasarnya adalah menyebarkan akses internet yang merata.

Dalam jangka panjang, sikap semena-mena ini bisa menciptakan preseden buruk: membiarkan perusahaan bergerak tanpa kontrol publik akan menggerogoti kepercayaan pada sistem tata kelola daerah.

Tindakan Tegas Pemerintah: Apresiasi dan Evaluasi

Langkah sigap yang diambil oleh Lurah Ciketingudik, bersama Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas, dalam menghentikan proyek pemasangan tiang ini patut mendapat apresiasi. Ini adalah bentuk keberpihakan kepada warga serta keberanian menegakkan peraturan di tengah tekanan kebutuhan digitalisasi.

Namun, respons ini tak boleh berhenti di titik penghentian. Perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem perizinan, pengawasan, dan alur komunikasi antar-lembaga, agar kejadian serupa tak terulang. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk merancang prosedur yang transparan, mudah dipahami, namun tetap tegas terhadap pelanggaran.

Vendor Digital, Belajarlah Menghormati Regulasi

Kepada pihak vendor, perlu disampaikan pesan yang jelas: membangun infrastruktur digital bukan hanya soal memperluas jaringan atau mengejar pangsa pasar. Ini juga menyangkut soal integritas, penghargaan terhadap hukum, dan kehormatan terhadap ruang hidup masyarakat. Kolaborasi dengan pemerintah daerah adalah syarat mutlak agar proyek digitalisasi benar-benar membawa manfaat, bukan justru menimbulkan mudarat.

Pembangunan Adalah Kebaikan, Jika Dilakukan Tertib

Kita semua mendambakan Indonesia yang terkoneksi dengan cepat, stabil, dan merata. Namun pembangunan yang baik adalah pembangunan yang dilakukan dengan tertib, transparan, dan melibatkan warga. Kasus Ciketingudik seharusnya menjadi cermin sekaligus peringatan: tak ada teknologi yang bisa dibenarkan jika dibangun di atas pengabaian terhadap hukum dan hak publik.

Salam akal sehat — karena kemajuan tak boleh dibangun di atas ketidakpatuhan.

Komentar

Komentar

Mohon maaf, komentar belum tersedia

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Search