JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Anggota KPU RI, Idham Holik, karena dinilai terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Sanksi ini dibacakan dalam sidang pembacaan putusan di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Senin (23/6/2025).
Putusan terhadap Idham dibacakan dalam perkara Nomor 26-PKE-DKPP/I/2025, yang juga melibatkan enam anggota KPU RI lainnya sebagai teradu. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis DKPP Heddy Lugito, dengan anggota majelis J Kristiadi, Ratna Dewi Pettalolo, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah.
Usulan Idham Dinilai Ciptakan Norma Baru
Idham Holik dijatuhi sanksi karena mengusulkan diterbitkannya Surat KPU RI Nomor 2735/PL.02.6-SD/06/2024, yang memerintahkan KPU provinsi dan kabupaten/kota untuk mengumumkan status hukum calon kepala daerah yang berstatus tersangka atau terdakwa.
Padahal, menurut DKPP, ketentuan hukum yang berlaku—yakni Pasal 16 ayat (2) dan (4) Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 serta Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024—hanya memperbolehkan pengumuman terhadap calon yang sudah berstatus terpidana.
“Tindakan para teradu dengan menerbitkan surat KPU tersebut merupakan tindakan menciptakan norma baru yang bertentangan dengan norma yang telah ditentukan secara limitatif,” tegas anggota majelis, Ratna Dewi Pettalolo, saat membacakan pertimbangan putusan.
DKPP Nilai Idham Paling Bertanggung Jawab
Sebagai Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham dinilai memiliki peran sentral dalam lahirnya surat yang kelak menjadi polemik.
“Sanksi yang lebih berat dijatuhkan kepada teradu V (Idham Holik) karena memberikan usulan yang jelas-jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” lanjut Ratna Dewi.
Enam Komisioner Lain Juga Disanksi
Selain Idham, enam komisioner KPU lainnya—Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, August Mellaz, dan Iffa Rosita—juga dijatuhi sanksi berupa peringatan, karena dianggap turut menyetujui usulan tersebut tanpa kajian memadai.
DKPP menyayangkan sikap kolektif KPU RI yang tidak mempertimbangkan dampak hukum dari surat tersebut, padahal terdapat perbedaan tafsir yang berisiko merugikan calon kepala daerah secara hukum dan politik.
“Seharusnya para teradu dapat menolak usulan tersebut. Bahkan, teradu I sempat menyampaikan bahwa status tersangka atau terdakwa tidak dapat diumumkan karena hanya terpidana yang dapat diumumkan,” tutur Ratna Dewi.
Sidang DKPP: 55 Teradu, 14 Disanksi, 34 Direhabilitasi
Dalam sidang yang sama, DKPP membacakan putusan atas lima perkara etik yang melibatkan 55 penyelenggara pemilu sebagai teradu. Dari jumlah tersebut, satu orang dijatuhi sanksi peringatan keras (Idham Holik), 13 orang dijatuhi sanksi peringatan dan 34 orang direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar kode etik.
Putusan ini menjadi preseden penting dalam menjaga integritas kolektif penyelenggara pemilu, serta menegaskan bahwa pelanggaran terhadap prinsip hukum dan norma etik tidak dapat ditoleransi, meskipun dilakukan secara kolektif oleh lembaga tinggi seperti KPU RI. (Sumber: Humas DKPP)