SURABAYA – Sebagai seorang yang pernah belajar dan menyelesaikan studi pada Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI), Aat Surya Safaat tentu menginginkan pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Akan tetapi perjalanan hidup tidak ada yang tahu. Aat terpental dari lingkaran rumpun keilmuannya. Dia menjadi wartawan yang bertugas meliput isu-isu aktual terkait pertanian dan kehutanan.
Mengawali cerita aktivitas jurnalistiknya, wartawan senior yang saat ini mendapat amanah sebagai Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu mengemukakan, menulis dalam hidupnya telah dilakukan sejak masih aktif kuliah S1 HI di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Surabaya.
“Saya ketika masih kuliah lumayan aktif menulis di Harian Memorandum, dan itu media yang cocok untuk penulis pemula. Ketika tulisan kita dimuat, itu sebuah kebanggaan, dan saat itu tulisan saya fokus tentang isu-isu hubungan internasional. Saya juga menulis di Harian Surabaya Post,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan usai UKW di Surabaya baru-baru ini.
Setelah menyelesaikan pendidikan HI di FISIP UNAIR pada 1986, Aat tidak langsung mendapat pekerjaan. Dia kembali ke tempat kelahirannya di Kampung Cihideung, Desa Batu Bantar, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dan sesekali ke Jakarta, namun tetap menekuni dunia tulis-menulis.
Surat Lamaran Kerja dikirim ke beberapa perusahaan dan instansi pemerintah, namun belum ada panggilan. Selama menunggu panggilan itu, pria kelahiran 20 Desember 1963 ini rutin menulis untuk dikirim ke Surat Kabar Pikiran Rakyat Bandung.
Akhirnya panggilan yang dinanti datang. Aat diterima di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara. Dari 200 pelamar, setelah melalui beberapa tahapan tes, hanya 18 orang yang diterima, dan setelah mengikuti pendidikan di Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (LPJA) selama lebih dari enam bulan, Aat lulus dengan ranking nomor satu.
Meliput Hutan dan Sawah
Meniti karir di LKBN Antara, Aat pada mulanya diposisikan sebagai wartawan yang meliput isu-isu kehutanan dan pertanian. Meski awalnya menolak, Aat harus menerima kenyataan sebagai wartawan kehutanan dan pertanian.
Namun “penolakan” yang dilakukannya tidak berlangsung lama, sebab dari sini ia mulai membuka jaringan lebih luas. Dia berkenalan dengan Menteri Kehutanan (Menhut) era Soeharto, Hasjrul Harahap dan Menteri Pertanian (Mentan) Wardoyo.
Bersama Menhut Hasjrul Harahap, Aat berkesempatan mengelilingi hampir seluruh provinsi di Indonesia. Bahkan ketika ditugaskan meliput di tengah lebatnya hutan Kalimantan, ia bersama seorang temannya tersesat dan hampir tidak tahu arah jalan pulang. Helikopter yang ditumpanginya sempat mendarat di sebuah perkampungan di tengah hutan Kalimantan.
Tidak hanya itu, Aat menceritakan, ketika menjadi ‘wartawan hutan dan sawah’ dia sempat membuat heboh Kementerian Kehutanan dan membuat kecewa Menteri Kehutanan.
Bagaimana tidak, ditugaskan Menhut Hasjrul Harahap meliput keberhasilan penanaman Hutan Tanaman Industri (HTI) di sekitar hulu Danau Toba di Sumatera Utara, Aat justru mengimbangi dengan liputan kebakaran hutan yang terjadi tidak jauh dari lokasi HTI, secara tidak sengaja.
“Bagaimana kamu ini, saya kirim untuk meliput hijaunya HTI di hulu Danau Toba, ‘kok’ malah menyiarkan foto tentang kebakaran hutan,” tutur Aat menirukan Menteri Hasjrul Harahap tak lama setelah disiarkannya hasil liputan di sekitar Danau Toba itu.
Aat menjelaskan, sebenarnya tidak hanya foto tentang kebakaran hutan yang dia siarkan, tapi justru lebih banyak menyiarkan berita dan foto keberhasilan penanaman HTI. Tapi media-media pelanggan Kantor Berita Antara rupanya lebih banyak yang mengambil foto kebakaran hutan.
Dia bersyukur bahwa Hasjrul Harahap ternyata dapat menerima penjelasannya karena Menteri Kehutanan itu memahami betul adagium di kalangan wartawan yang menyebutkan “bad news is a good news” (berita buruk adalah berita baik).
Jangan Sepelekan Do’a
Dinamika sebagai ‘wartawan hutan dan sawah’ berhasil dilaluinya dengan baik, dan Aat tetap berharap menjadi wartawan lulusan HI yang ditugaskan di luar negeri. Ini menjadi doa yang dipanjatkannya sejak awal. Dia berharap dapat ditugaskan sebagai Kepala Perwakilan Kantor Berita Antara di New York Amerika Serikat.
Pada 1993 do’anya terkabul. Dia berangkat ke Negeri Paman Sam sebagai wartawan LKBN Antara yang bertugas meliput agenda-agenda persidangan di Markas Besar PBB New York serta meliput hubungan bilateral Indonesia-Amerika Serikat. Aat bertugas di Amerika selama lima tahun sampai 1998.
Babak baru hidupnya dimulai dari sini, dari hutan dan sawah di Tanah Air ke Amerika, bertemu dengan Presiden Amerika, Sekjen PBB, dan tokoh-tokoh internasional lain, dan tentunya makin akrab dengan Ali Alatas (almarhum), Menlu RI yang disegani dunia internasional. Kesempatan bertugas di Amerika dimanfaatkannya untuk membuka jaringan lebih luas.
Kebetulan Kantor Berita Antara menempati ruang di lantai 3 Markas Besar PBB di Manhattan New York, dan putera Pandeglang Banten itu masuk menjadi anggota Asosiasi Koresponden Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCA) serta tercatat sebagai anggota New York Foreign Press Center sejak 1993 hingga 1998.
Saat ini Aat duduk di Dewan Redaksi pada beberapa media nasional dan lokal. Dia juga mendapat amanah sebagai Direktur Uji Kompetensi Wartawan (UKW) PWI sejak dua tahun terakhir serta pernah membantu Menparekraf Sandiaga Uno dalam Tim Monitoring dan Evaluasi Percepatan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata.
Selain itu ia sering mengisi Workshop “Creative Writing” dan “Public Speaking” serta mendapat amanah sebagai Humas Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS), Wakil Sekretaris Komisi Infokom MUI, dan Penasihat Forum Akademisi Indonesia (FAI) bersama Ekonom Dr. Ichsanuddin Noorsy.
“Kunci dari semua itu adalah, jangan sepelekan kekuatan doa! Kemudian, bangun dan rawat jejaring atau silaturahmi sebagai modal serta terus berusaha menjadi insan yang pandai bersyukur dan memiliki gagasan atau cita-cita besar,” pesan wartawan senior peraih Press Card Number One (PCNO) PWI itu.
*Artikel ini juga sudah tayang di suaramuhammadiyah.id dengan judul: “Aat S Safaat, Wartawan Lulusan HI Meliput Hutan dan Sawah” pada 4 Maret 2024.