Sementara itu, Ferdi Kurnianto menyesalkan, Aman tidak pernah dilibatkan sebagai pihak terkait. “Secara organisasi, kami sangat kecewa atas sikap Pemkab Lamandau, mereka memuat nama kami sebagai anggota Panitia MHA, tapi kami tidak dilibatkan.
Kalau ingin jujur, libatkan Aman. Termasuk, misalnya usulan Kinipan. Undang Aman Lamandau, Aman Kalteng, agar kita duduk sama-sama memikirkan bagaimana proses pengakuan ini berjalan,” ucap dia.
Ferdi menambahkan, panitia MHA Lamandau jangan hanya duduk di belakang meja. Mereka harus jemput bola ke lapangan, bersama masyarakat pengusul untuk melakukan verifikasi, identifikasi dan validasi usulan itu.
“Tugas panitia ngapain, kalau hanya terima beres, harus lengkap, sesuai pedoman, lalu tinggal Acc saja. Tugas mereka melakukan verifikasi, identifikasi, validasi, termasuk jika dokumen tidak lengkap, termasuk tugas panitia untuk (membantu) melengkapi,” paparnya.
Ia menegaskan, Seharusnya juga Pemkab Lamandau bisa belajar dari Kab. Pulang Pisau dan Sukamara, yang sudah memberikan pengakuan pada sejumlah masyarakat adat di sana.
Saat itu bahkan belum terbit SK Bupati Pulang Pisau dan SK Bupati Sukamara tentang Panitia MHA belum terbit. SK Gubernur Kalimantan Tengah juga belum terbit tentang Panitia MHA Provinsi saat itu.
“Dua contoh kasus tersebut bisa jadi pembelajaran. Jika pun harus sesuai dengan pedoman tata cara yang diinginkan, ya tugas panitia bukan hanya duduk pangku tangan,” tegas Ferdi.
Hal senada juga disampaikan Safrudin Mahendra, Save Our Borneo organisasinya juga terlibat dalam koalisi keadilan bersama Aman, Walhi, dan YLBHI-LBH Palangka Raya untuk Kinipan.
Ia juga menilai terbitnya Perda Lamandau Nomor 3 tahun 2023 tentang Pedoman, Pengakuan, dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak perlu diapresiasi. Namun perda itu belum cukup jelas dan terperinci dalam pedoman teknisnya.
Harapannya, jika nantinya pedoman teknis tersebut akan dibuat dalam bentuk Peraturan Bupati, maka jangan sampai pedoman teknis tersebut memberatkan atau justru mempersulit komunitas dalam pengajuan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat-nya, apalagi target pemerintah dalam mengalokasikan pengelolaan kawasan hutan untuk dikelola masyarakat adat sangat besar dan capaiannya sampai masa-masa akhir Pemerintahan Jokowi ini masih sangat sedikit,” kata Safrudin.