SMART CITY: MIMPI DARI PULASNYA MANUALISASI SISTEM PAJAK

Foto.Dok Istimewa

Oleh: Frits Saikat – Aktivis Sosial Kota Bekasi

Pemerintah Kota Bekasi sedang berada di persimpangan krusial antara ambisi dan realita. Konsep “Smart City” yang selama ini digaungkan, seolah masih menjadi mimpi yang tertidur pulas di tengah sistem perpajakan yang masih manual dan tertinggal.

Sungguh miris, jika kita mencermati struktur belanja APBD Kota Bekasi tahun 2025 yang mencapai Rp6,6 triliun, namun 40 persen dari anggaran tersebut justru terserap untuk belanja pegawai. Proporsi ini menimbulkan kekhawatiran serius, mengingat dalam waktu bersamaan terjadi degradasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dekadensi pelayanan publik. Lalu, ke mana semangat efisiensi yang selama ini digaungkan?

Saya pribadi menghargai komitmen Bapak Tri Adhianto sebagai Wali Kota Bekasi yang ingin meningkatkan PAD melalui sektor perpajakan. Namun perlu dicatat: peningkatan hasil kerja tidak bisa hanya diukur dari jumlah tenaga kerja. Pemerintah Kota Bekasi harus mulai berpikir strategis dan terbuka dalam menyerap teknologi sebagai alat bantu pencapaian target Smart City.

Mari kita ambil contoh sederhana: sektor reklame dan restoran. Apakah kita benar-benar tahu berapa total jumlah reklame dan restoran/café yang ada di seluruh penjuru Kota Bekasi? Apakah telah dihitung potensi pajaknya secara menyeluruh? Dan yang paling penting, berapa jumlah pajak yang benar-benar masuk ke kas daerah, serta berapa yang masih menjadi piutang atau bahkan hilang entah ke mana?

Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya tidak menjadi wacana yang hanya berputar di ruang-ruang seminar. Masyarakat berhak tahu. Transparansi dan digitalisasi adalah kunci.

Jika Pemerintah Kota Bekasi serius ingin mewujudkan Smart City, maka digitalisasi sistem perpajakan dan pengawasan adalah langkah mutlak yang tidak bisa ditunda. Ini bukan sekadar soal meningkatkan PAD, tapi juga mencegah kebocoran data dan anggaran, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Sudah saatnya kita membalikkan keadaan. APBD yang besar tidak boleh terus-menerus dikorbankan untuk belanja pegawai semata. Sektor pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya tidak boleh menjadi korban dari ketidakefisienan sistem. Digitalisasi bukan pilihan, tapi keharusan.

Smart City bukan mimpi, jika kita mau bangun dan berbenah.


Komentar

Komentar

Mohon maaf, komentar belum tersedia

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Search