15 Madrasah di Rembang Deklarasikan Zona Bebas Sampah Plastik, Wujudkan Ekoteologi dalam Pendidikan

Foto.Kepala Kankemenag Kab. Rembang, H. Moh. Muchson, S.Ag, M.Pd.I menyampaikan "Pembekalan Teknis Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan", Rabu (18/6/2025).

REMBANG – Sebanyak 15 madrasah di Kabupaten Rembang resmi mendeklarasikan diri sebagai zona bebas sampah plastik.

Langkah ini menjadi bagian dari pelaksanaan Program Melati (Madrasah Ekoteologi Lestarikan Alam dan Tingkatkan Iman), sebuah inisiatif strategis yang digagas oleh Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Rembang dalam upaya mengintegrasikan kesadaran lingkungan ke dalam pendidikan berbasis keagamaan.

Deklarasi tersebut ditandai dengan pelaksanaan kegiatan pembekalan teknis pengelolaan sampah ramah lingkungan pada Rabu (18/6/2025), yang diikuti oleh 15 madrasah piloting. Dalam kegiatan tersebut, para pendidik dibekali pemahaman mengenai konsep ekoteologi, pengelolaan sampah berkelanjutan, serta penerapan gaya hidup bebas plastik sekali pakai.

Kepala Kankemenag Kabupaten Rembang, H. Moh Muchson, S.Ag., M.Pd.I, menyampaikan bahwa program ini bukan hanya agenda bersih-bersih lingkungan, melainkan bagian dari gerakan dakwah ekologis yang menyentuh aspek spiritual, sosial, dan edukatif.

“Ini adalah gerakan bersama yang berangkat dari kesadaran bahwa menjaga bumi adalah bagian dari tanggung jawab iman,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon.

Muchson merinci 15 madrasah yang telah mendeklarasikan komitmen zona bebas sampah plastik, yakni:

MIN 1 Rembang

MIN 2 Rembang

MTsN 1 hingga MTsN 5 Rembang

MTs Maslakul Huda Sluke

MTs Al Anwar Sarang

MTs Ar Rohman 2 Sulang

MTs M3R Rembang

MTs Riyadlotut Thalabah Sedan

MAN 1 Rembang

MAN 2 Rembang

MA Riyadlotut Thalabah

Seluruh madrasah ini akan mulai menerapkan sistem Zero Plastik secara aktif mulai Juli 2025.

Tantangan: Ubah Pola Pikir, Bangun Kebiasaan

Saat ditanya awak media Fakta Hukum terkait tantangan utama dalam mewujudkan madrasah bebas sampah plastik, Muchson menegaskan bahwa hambatan terbesar adalah pola pikir.

“Mindset kita masih menjadi tantangan utama. Banyak yang menganggap plastik itu biasa saja, padahal dampaknya sangat panjang terhadap lingkungan. Ini berlaku bukan hanya bagi siswa, tapi juga guru dan pedagang di sekitar madrasah,” paparnya.

Ia menyebut dua strategi kunci yang akan ditempuh:

Edukasi intensif kepada guru dan siswa

Sosialisasi luas kepada masyarakat sekitar, wali murid, komite madrasah, serta tokoh masyarakat dan agama

Muchson juga mencontohkan praktik baik dari MTsN 4 Rembang, yang telah menerapkan kebijakan disiplin lingkungan, seperti mewajibkan siswa membawa tempat makan dan minum sendiri. Bahkan, penjual dilarang melayani siswa yang tidak membawa wadah tersebut.

“Praktik ini akan menjadi model yang kami replikasi ke madrasah-madrasah lain. Ini bukan sekadar aturan, tapi bentuk nyata komitmen terhadap zero plastik,” tegasnya.

Dukungan Pemerintah Daerah

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang, Ika Himawan Afandi, turut menyatakan dukungan terhadap Program Melati. Ia memastikan instansinya siap bersinergi melalui pelatihan, pendampingan teknis, serta edukasi publik yang berkelanjutan.

“Kami menyambut baik gerakan ini. Pembiasaan hidup bersih dan cinta lingkungan yang ditanamkan sejak madrasah akan berdampak besar bagi masa depan lingkungan kita,” ucap Ika.

Dengan kolaborasi lintas sektor yang melibatkan madrasah, pemerintah daerah, masyarakat, dan tokoh agama, Program Melati diyakini akan menjadi katalis transformasi budaya lingkungan di Rembang, dimulai dari ruang kelas hingga ke kehidupan sosial yang lebih sehat dan berkesadaran ekologis.

Reporter: Mu’ti Hartono
Editor: Bento Melta

Komentar

Komentar

Mohon maaf, komentar belum tersedia

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Search