Perjalanan Hidup Sutrisno, dari Kuli Tinta hingga Dipanggil Menjadi Tamu Allah di Tanah Suci

Foto.Dok Istimewa

Rembang – Tidak ada anugerah yang lebih indah bagi seorang hamba selain ketika Allah SWT memanggilnya menjadi tamu di Tanah Suci. Karunia itu kini dirasakan oleh Sutrisno, S.E., warga Desa Labuhan, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang pada 10 Agustus 2025 berkesempatan menunaikan ibadah umrah.

Pria yang akrab disapa Trisno Aji ini menuturkan kisah hidupnya yang penuh perjuangan. Dari seorang surveyor, anak buah kapal (ABK), beternak kambing, hingga akhirnya menjadi wartawan, perjalanan panjang itu diwarnai ujian sekaligus keberkahan.

“Dulu saya hanya bisa berdoa ketika melihat orang pulang haji atau umrah. Dalam hati saya berkata, Ya Allah, kapan giliranku? Alhamdulillah, akhirnya doa itu dikabulkan,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca saat ditemui awak media di kediamannya, Kamis (20/8/2025).

Dari ABK hingga Wartawan

Awal karier Sutrisno dimulai di Surabaya tahun 1980-an sebagai surveyor proyek bangunan. Namun, krisis ekonomi 1989 membuatnya kehilangan pekerjaan. Tak patah semangat, ia melaut sebagai ABK sembari beternak kambing bersama istrinya di rumah sederhana berdinding bambu.

“Dari dua ekor kambing berkembang jadi sebelas. Dari situ akhirnya bisa beli rumah,” kenangnya.

Kisah hidupnya berbelok ketika ia bertemu almarhum H. Mundakir, intelektual Rembang sekaligus pendiri STIE Rembang. Dari sekadar loper koran Suara Rembang, Sutrisno dipercaya menulis berita hingga karikatur politik.

“Tulisan pertama saya tentang kasus bunuh diri di Sarang dimuat di koran. Rasanya luar biasa, itulah awal keberanian saya menulis,” ujarnya.

Setelah Suara Rembang berhenti terbit pada 2012, Sutrisno memilih mengabdi di dunia pendidikan. Pada 2011, ia mendirikan PKBM Budi Utomo untuk membantu masyarakat yang putus sekolah agar tetap bisa memperoleh pendidikan. Hingga kini, ia dipercaya sebagai pengelola sekaligus kepala sekolah.

Kunci Istiqomah

Di balik keberhasilannya berangkat ke Tanah Suci, Sutrisno menuturkan beberapa amalan yang ia istiqomahkan dalam dua tahun terakhir.

Pertama, melaksanakan sholat tahajud, sholat berjamaah bersama istri, serta membaca surat Yasin, Ar-Rahman, Al-Waqi’ah, dan Al-Mulk setelah Subuh.


Kedua, bersedekah subuh melalui kotak amal yang setiap Jumat disalurkan ke masjid atau tetangga.
Ketiga, konsisten menunaikan zakat dan membantu sesama.


Keempat, berbakti kepada ibu. Setiap pulang ke Madura, ia mencuci kaki ibunya, bahkan meminum sebagian airnya sebagai bentuk penghormatan.

“Ibu adalah primadona saya. Dari doa beliau, hidup saya diberkahi,” ucapnya penuh haru.

Doa Terkabul

Melalui amalan dan keteguhan hati, akhirnya Sutrisno mendapat kesempatan berangkat umrah secara gratis tahun ini.

“Allah Maha Kuasa. Kalau kita istiqomah, sabar, berbakti pada orang tua, dan tidak putus asa, doa pasti dikabulkan dengan cara-Nya,” tuturnya.

Kisah hidup Sutrisno menjadi teladan bahwa kesabaran, doa, dan bakti kepada orang tua mampu mengantarkan seseorang menuju kemuliaan. Dari perjalanan panjang penuh ujian, akhirnya ia dimuliakan menjadi tamu Allah di Tanah Suci.

Reporter: Mu’ti Hartono | Editor: B. Melta

Komentar

Komentar

Mohon maaf, komentar belum tersedia

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Search