KOTA BEKASI – Mengenai pemberian obat kadaluarsa oleh pihak puskesmas kepada seorang bayi yang masih berusia delapan bulan memicu kekhawatiran banyak pihak. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DRPD) Komisi IV Kota Bekasi, Ahmadi, langsung mengambil sikap
Ahmadi menegaskan bahwa kurangnya monitoring dalam pengadaan dan distribusi obat-obatan menjadi salah satu penyebab terjadinya masalah ini.
“Obat ini 2022 pengadaan barangnya 2023 di cabut, jadi jalur Obat ini kemustika Jaya dulu, lalu ke puskesmas, lalu ke Bidan masing-masing, harusnya instruksi itu selaras ke bawah,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa terjadi miskomunikasi yang menyebabkan Bidan tidak mengetahui dengan tepat mengenai masalah obat kadaluarsa tersebut.
“Ini menjadi perhatian penting karena berurusan dengan nyawa dan keselamatan, nanti untuk kedepannya terkait Obat-obatan harus di monitoring lagi agar kejadian ini tidak terjadi lagi,” tegasnya.
Ahmadi menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan obat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Dalam menghadapi masalah ini, berharap bahwa pihak terkait dapat segera mengambil tindakan tegas dan memperbaiki sistem distribusi obat-obatan.
“Kadinkes sudah di panggil masalah Obat kemarin,” kata Ahmadi, menunjukkan komitmen pemerintah kota dalam menangani masalah ini.
Dia menambahkan bahwa untuk mencegah kejadian serupa, diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap pengadaan dan distribusi obat-obatan. Oleh karena itu, ia menyerukan kepada pihak terkait untuk segera mengambil langkah-langkah konkrit guna memastikan bahwa obat-obatan yang didistribusikan adalah yang aman dan sesuai standar.
“Terkait Obat-obatan harus di monitoring lagi agar kejadian ini tidak terjadi lagi,”pungkasnya. (Nikko)