Alih-alih konsumen berharap memiliki sebuah hunian yang nyaman justru mendapat persoalan baru terhadap kepemilikan rumah yang telah ditempatinya.
kondisi seperti ini harus ada perhatian dari pemerintah cq Dinas Perumahan sebagai founder yang mengatur keberlangsungan usaha yang sehat di negara ini.
Jangan sampai marak terjadi developer hanya berjualan brosur, janji-janji atau pemasangan reklame-reklame berbentuk baliho yang terpampang di sepanjang jalan, namun berakhir dan berujung konsumen yang akan menjadi korban.
Walaupun kita sebagai konsumen diwajibkan untuk cerdas dalam memilah terhadap iklan yang terpampang dalam balio balio, justru inilah yang menjadi pertanyaan apakah semua konsumen bisa bersikap bijak !
Dalam UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman yg juga telah diundangkan dlm Lembaran Negara Republik Indonesia No. 7 Tahun 2011 sehingga dengan telah diundangkannya undang-undang tersebut maka masyarakat dianggap tahu terhadap keberadaan pemberlakuan undang undang.
Namun demikian ruh tanggung jawab negara dan pemerintah dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman merupakan sesuatu yang harus dapat dipertanggung jawabkan sehingga agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat dan aman dapat terpenuhi.
Paradigma UU No. 1 tahun 2011 ttg Perumahan dan Kawasan Permukiman secara eksplisit mengenal istlah Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (P.S.U) yang mana sering menjadi konflik vertical antara developer dan konsumen adalah developer ingkar janji terhadap pembangunan yg terkait dengan fasum dan fasos.
Dalam hal ini konsumen dapat melakukan gugatan wanprestasi atau ganti rugi kepada pihak developer karena pihak developer tidak melakukan suatu prestasi berupa pembangunan jalan dan taman yang merupakan salah satu utilitas umum yang wajib di lakukan oleh pengembang.