Pengadilan Negeri Bangkinang (Foto: Istimewa).
Bangkinang – Tim Advokasi Keadilan Agraria dari Setara Institute menilai, Hakim Tunggal Praperadilan di Pengadilan Negeri Bangkinang Ersin, S.H., M.H. yang memutuskan menolak seluruh permohonan Pemohon, Ketua Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) di Kampar Riau Anthony Hamzah telah mengabaikan fakta persidangan.
Siaran pers Setara Institute, Selasa (8/2/2022) menyebutkan, dalam putusan atas permohonan praperadilan dengan nomor perkara: 01/Pid.Pra/2022/PN.Bkn itu terdapat kejanggalan dan pengabaian atas fakta-fakta persidangan.
Setara Institute itu sendiri adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat berbasis di Indonesia yang melakukan penelitian dan advokasi tentang demokrasi, kebebasan politik dan hak asasi manusia.
Disebutkan, hakim tunggal yang menangani permohonan praperadilan tersebut secara jelas menunjukkan tindakan tidak profesional serta melakukan pelanggaran prosedur KUHAP dan serangkaian pelanggaran SOP serta administrasi yudisial.
Sebelumnya, saksi Ahli Senior, Dr. Erdianto Effendi dan Dr. Jamin Ginting yang dihadirkan di persidangan serempak meyakini bahwa penetapan Anthony Hamzah sebagai tersangka adalah cacat hukum.
Dua ahli dimaksud mengatakan bahwa Sprindik yang sudah P21 tidak bisa digunakan untuk tersangka baru sebagai terusan. Mereka juga mengemukakan, pelapor yang tidak memiliki legalitas tidak bisa diterima laporannya, dan bukti foto copy juga bukan merupakan alat bukti yang sah.
Fakta-fakta tersebut nyata-nyata tidak dipertimbangkan hakim. Bahkan bukti yang sudah dimusnahkan atas perintah pengadilan, dan digunakan kembali oleh penyidik juga dianggap sah oleh hakim.
Menurut Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, Putusan Tolak atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Ketua Kopsa-M menunjukkan bahwa instrumen peradilan di Kabupaten Kampar bukanlah tempat yang kondusif untuk menegakkan keadilan.
Di sisi lain, kekuatan-kekuatan pengendali di balik peristiwa hukum yang dialami oleh Ketua Kopsa-M dan 997 petani di Kampar Riau telah bekerja efektif mengendalikan proses peradilan dan tidak membiarkan Anthony Hamzah bebas.
Anthony Hamzah disangka turut serta sebagai aktor yang menggerakkan perusakan di perumahan karyawan PT. Langgam Harmuni, sebuah perusahaan perkebunan yang diduga ilegal pada 15 Oktober 2020. Pentersangkaan itu menjadi semakin ganjil karena aktor yang dituduh di lapangan telah divonis melakukan pemerasan, dan bukan perusakan.
Bonar Tigor Naipospos menilai, bsgaimana mungkin ada aktor penggerak tetapi tidak ada aktor lapangan. Inilah hal yang menyebabkan Anthony Hamzah dan Kopsa-M mengajukan permohonan praperadilan.
Anthony Hamzah dibungkam karena memperjuangkan hak-hak 997 petani Kopsa-M yang berurusan dengan PT. Langgam Harmuni dan PTPN V atas kemitraan yang tidak setara, penyerobotan lahan kebun, pembengkakan utang oleh PTPN V dan berbagai tekanan lainnya.
Kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri Bangkinang, petani-petani Kopsa-M menyerahkan satu kardus Tolak Angin sebagai simbol agar hakim segera minum tolak angin sehingga kembali bugar.
Putusan tolak atas praperadilan Ketua Kopsa-M tidak akan menyurutkan perjuangan petani yang tergabung dalam Kopsa-M. Putusan itu justru membangkitkan kesadaran kolektif petani untuk terus memperjuangkan hak-haknya.
Tim Advokasi Keadilan Agraria-Setara Institute dan Kopsa-M lebih lanjut mendesak Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial untuk memeriksa Hakim Tunggal Praperadilan di PN Bangkinang tentang kemungkinan adanya standar etik dan prinsip imparsialitas yang dilanggar.
Disebutkan, Komisi Yudisial yang hadir dan merekam seluruh proses sidang memiliki bekal yang cukup untuk menentukan sikap ke depan. (Red).