Mewujudkan Sekolah Ramah Anak dan Berdaya Saing melalui Pendidikan Berkualitas dan Pengelolaan Transparan

Foto.Mu'ti Hartono, S.Pd Staf Pendidik di SMP Negeri 1 Sarang Pemerhati Pendidikan, Jurnalis Media Fakta Hukum Indonesia

Oleh: Mu’ti Hartono, S.Pd
Staf Pendidik di SMP Negeri 1 Sarang
Pemerhati Pendidikan, Jurnalis Media Fakta Hukum Indonesia
Tinggal di Rembang, Jawa Tengah


Dalam era digital yang berkembang pesat dan arus globalisasi yang semakin kuat, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang kompleks dan multidimensional. Permasalahan klasik seperti kenakalan remaja, perundungan (bullying), rendahnya minat belajar, serta lemahnya budaya kerja di lingkungan sekolah masih menjadi isu utama. Sekolah seharusnya tidak hanya menjadi tempat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga ruang pembentukan karakter, penguatan literasi, dan penciptaan generasi unggul yang memiliki daya saing tinggi serta berakhlak mulia.

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional, menegaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha kebudayaan yang ditujukan untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa pendidikan harus menyentuh seluruh aspek kehidupan anak, baik akademik, emosional, sosial, maupun spiritual.


Membangun Lingkungan Belajar yang Sehat dan Berkualitas

Lingkungan belajar yang sehat dan berkualitas merupakan fondasi penting dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu. Menurut Bronfenbrenner (1979) dalam teori ekologi perkembangan manusia, anak-anak dipengaruhi oleh berbagai lingkungan, mulai dari keluarga, sekolah, hingga masyarakat. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung perkembangan holistik anak sangatlah penting.

Kepemimpinan kepala sekolah yang visioner, budaya kerja yang profesional, dan pendekatan inklusif terhadap seluruh elemen sekolah adalah syarat mutlak. Sekolah harus menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan mendukung. Menurut WHO (2018), sekolah sehat adalah institusi yang secara konsisten memperkuat kapasitasnya sebagai tempat pembelajaran dan kesejahteraan peserta didik.

Permen LH No. 05 Tahun 2013 tentang Program Adiwiyata menekankan pentingnya lingkungan sekolah yang bersih secara fisik, sehat secara sosial, dan mendukung partisipasi aktif warga sekolah dalam menjaga lingkungan. Demikian pula, Permendikbud No. 84 Tahun 2008 dan No. 24 Tahun 2007 mengatur penyediaan sarana prasarana yang inklusif.

Ruang konseling dan peran guru BK sangat vital dalam menciptakan iklim psikologis yang sehat. Dukungan emosional yang konsisten dari guru dan tenaga kependidikan membantu mengurangi stres, meningkatkan semangat belajar, dan memperkuat koneksi sosial siswa.


Menyikapi Kenakalan dan Perundungan di Sekolah

Kenakalan remaja dan perundungan di sekolah adalah masalah serius yang berdampak pada kesejahteraan psikologis dan prestasi akademik siswa. Olweus (1993), pelopor penelitian tentang bullying, menyebutkan bahwa perundungan adalah tindakan agresif yang dilakukan secara berulang dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.

Fenomena ini sering kali berakar dari lemahnya pengawasan, kurangnya kedekatan emosional antara guru dan siswa, serta budaya sekolah yang permisif terhadap kekerasan. Dalam hal ini, guru harus hadir tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran, melainkan sebagai pendamping yang memahami dinamika psikologis siswa. Carl Rogers (1961) menekankan pentingnya hubungan empatik dan sikap menghargai tanpa syarat dalam proses pendidikan.

Teori ekologi Bronfenbrenner juga menekankan bahwa interaksi antarelemen lingkungan seperti keluarga, sekolah, dan komunitas berpengaruh besar terhadap perilaku anak. Oleh karena itu, strategi penanganan kenakalan dan bullying harus bersifat komprehensif: melibatkan keluarga, guru, konselor, dan lingkungan sosial siswa.

Permendikbud No. 82 Tahun 2015 menjadi dasar hukum dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan. Kurikulum Merdeka melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) menjadi instrumen penting untuk menanamkan nilai gotong royong, empati, dan integritas. Strategi Sekolah Ramah Anak menekankan pendekatan yang menyentuh aspek akademik, sosial, emosional, dan perlindungan hak anak.


Menghidupkan Semangat Belajar di Era Digital

Transformasi digital telah mengubah paradigma pembelajaran secara signifikan. Ketertarikan siswa terhadap media sosial dan gim daring sering kali menggeser minat mereka terhadap aktivitas belajar konvensional. Oleh karena itu, guru harus menjadi inovator pembelajaran yang kreatif dan adaptif.

Menurut Vygotsky (1978), interaksi sosial dan teknologi adalah bagian penting dari proses pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan Learning Management System (LMS), kuis digital, dan gamifikasi untuk menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.

Permendikbudristek No. 24 Tahun 2023 mendukung percepatan transformasi digital dalam pendidikan. Dukungan terhadap platform lokal seperti SIMPATIKA, EMIS, dan LMS berbasis madrasah menjadi penting agar sesuai dengan karakteristik pendidikan nasional.

Dalam kata-kata John Dewey, “Jika kita mengajari anak-anak hari ini seperti kita mengajari mereka kemarin, kita mencuri hari esok mereka.” Ini menjadi pengingat penting bahwa pendidikan harus selalu relevan dengan perkembangan zaman.


Guru: Pilar Utama dalam Pendidikan Berkualitas

Guru adalah ujung tombak dan ruh dari sistem pendidikan. Ki Hadjar Dewantara menyebut guru sebagai pamong—penuntun, pengarah, dan teladan. UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 10 Ayat 1 menyebutkan empat kompetensi dasar yang wajib dimiliki guru: pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Menurut Hargreaves (2003), guru profesional tidak hanya kompeten dalam penguasaan materi, tetapi juga reflektif, kolaboratif, dan berkomitmen terhadap perubahan. Oleh karena itu, penguatan kompetensi guru melalui pelatihan berkelanjutan (CPD) sangat penting.

PP No. 19 Tahun 2017 mendukung peningkatan kapasitas dan perlindungan hukum bagi guru. Pelatihan berbasis komunitas dan media digital harus terus dikembangkan agar guru tetap relevan dan inovatif.

Sebagaimana dikatakan Paulo Freire, “Pendidikan tidak mengubah dunia. Pendidikan mengubah orang. Oranglah yang mengubah dunia.” Maka, peningkatan kualitas guru adalah investasi strategis untuk masa depan bangsa.


Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Sekolah

Transparansi dalam pengelolaan dana pendidikan merupakan faktor penting dalam membangun kepercayaan publik. Permendikbud No. 75 Tahun 2016 menekankan peran Komite Sekolah dalam mengawasi penggunaan dana BOS, BOP, dan sumbangan masyarakat.

Permendikbud No. 8 Tahun 2020 mengatur pelaporan keuangan daring melalui ARKAS dan MARKAS, serta penyampaian laporan triwulan secara terbuka. Kepala sekolah bertanggung jawab secara formal dan material atas dana BOS sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 63 Tahun 2022 Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (2).

UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur sanksi pidana bagi penyalahgunaan dana pendidikan melalui pasal-pasal penting seperti Pasal 2, 3, 8, 18, dan 55 KUHP.


Langkah Strategis Menuju Sekolah Berdaya Saing Tinggi

Untuk mewujudkan sekolah yang ramah anak dan berdaya saing tinggi, dibutuhkan langkah sistematis yang berlandaskan teori pendidikan dan praktik empiris di lapangan. Berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan:

  1. Penguatan Visi-Misi Sekolah dan Tata Kelola Berbasis Data
    Visi sekolah harus berorientasi pada pengembangan karakter dan kompetensi abad 21 (4C: critical thinking, creativity, collaboration, communication). Evaluasi berbasis data seperti rapor mutu, AKM, dan IASP digunakan sebagai dasar perencanaan strategis.
  2. Pengembangan SDM yang Berkelanjutan
    Peningkatan kapasitas guru dan tenaga kependidikan melalui pelatihan, mentoring, serta kolaborasi komunitas belajar (KGB atau MGMP) mendorong inovasi pembelajaran.
  3. Integrasi Teknologi secara Kontekstual
    Penggunaan LMS, media interaktif, hingga platform digital seperti SIMPATIKA atau Rumah Belajar harus diarahkan untuk mendukung pembelajaran yang bermakna.
  4. Kolaborasi Sekolah dan Komunitas
    Keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam komite sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, hingga program literasi lingkungan mendorong rasa memiliki terhadap sekolah.
  5. Pemantauan dan Evaluasi yang Transparan
    Monitoring dan evaluasi rutin berbasis transparansi dan akuntabilitas mencegah praktik-praktik koruptif serta membangun kepercayaan publik.

Refleksi dan Aksi Nyata bagi Seluruh Warga Sekolah

Saatnya kita semua merefleksikan peran masing-masing dalam mewujudkan sekolah ramah anak dan berdaya saing. Kepala sekolah harus memimpin dengan integritas dan keteladanan. Guru menjadi inspirator sekaligus fasilitator pembelajaran yang menyenangkan. Wakil kepala sekolah dan bendahara wajib memastikan tata kelola yang jujur dan akuntabel.

Siswa harus dibimbing menjadi generasi yang aktif belajar, peduli sosial, dan menjunjung tinggi nilai kejujuran. Orang tua dan masyarakat perlu terlibat dalam pengawasan, dukungan moral, serta penguatan karakter anak di rumah dan di sekolah.

Langkah-langkah kecil seperti membangun komunikasi terbuka, forum partisipatif, dan program berbasis kebutuhan lokal akan memperkuat kolaborasi dalam mencapai visi pendidikan yang berkualitas.

Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif. Dengan pendekatan kolaboratif dan berbasis regulasi yang kuat, sekolah dapat menjadi ruang transformasi yang membentuk generasi unggul, berdaya saing, dan siap menghadapi masa depan.

Komentar

Komentar

Mohon maaf, komentar belum tersedia

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait

Search