KABUPATEN BEKASI— Dunia jurnalistik kembali bergetar! Ancaman mengerikan menghantui seorang wartawan lokal, M. Aldis alias Al, yang menjadi sasaran teror psikologis dan intimidasi verbal dari seorang pemuda berinisial H. H bahkan menantangnya duel satu lawan satu melalui pesan WhatsApp, lengkap dengan makian kasar dan tuduhan tak berdasar.
Peristiwa menegangkan ini terjadi pada Selasa malam, 29 Juli 2025 pukul 21.40 WIB di kawasan Desa Taman Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi. Dalam percakapan yang berlangsung panas, H menuding Al sebagai “dalang” dari kasus hukum yang menyeret adiknya, meskipun Al justru menjadi salah satu pihak yang turut diamankan oleh aparat saat kejadian berlangsung.
“Saya bukan dalang apapun. Saya juga ikut diamankan. Tapi kenapa saya justru dituding, dimaki, bahkan ditantang berkelahi?” ungkap Al dengan nada geram kepada awak media.
Tak hanya itu, Al mengaku telah mencoba meredakan ketegangan melalui upaya mediasi, namun upaya damai tersebut justru dibalas dengan teror digital yang berpotensi melanggar hukum.
Ketua PWI Bekasi Raya Angkat Bicara: Jangan Sentuh Wartawan Kami!
Menanggapi insiden ini, Ketua PWI Bekasi Raya sekaligus Pemimpin Redaksi Media Cetak & Online Fakta Hukum Indonesia (FHI), Ade Muksin, mengeluarkan pernyataan keras. Ia mengecam segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis dan meminta aparat kepolisian bertindak tegas.
“Jangan coba-coba sentuh wartawan kami dengan cara preman! Ini bukan hanya menyangkut keamanan individu, tapi juga kehormatan profesi dan martabat pers sebagai pilar demokrasi,” tegas Ade Muksin.
Menurutnya, tindakan H yang mengirimkan pesan intimidatif berisi ancaman fisik dan pencemaran nama baik melalui media elektronik telah memenuhi unsur pidana, antara lain, Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 29 UU ITE No. 19 Tahun 2016, tentang pencemaran nama baik dan ancaman melalui sarana elektronik; Pasal 335 KUHP, tentang perbuatan tidak menyenangkan; UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 8 yang menjamin perlindungan hukum bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Teror terhadap Pers = Ancaman terhadap Demokrasi!
Ade Muksin juga mendesak Polsek Setu dan Polres Metro Bekasi agar tidak main-main menyikapi kasus ini. Ia meminta laporan segera diproses dan pelaku diperiksa secara hukum.
“Hari ini satu wartawan diteror. Jika dibiarkan, besok semua bisa jadi korban. Negara tidak boleh tunduk pada aksi-aksi bar-bar yang mencoba membungkam suara kebenaran!”
Ia menegaskan bahwa kerja jurnalistik adalah kerja konstitusional. Jika wartawan dicekam ketakutan hanya karena menjalankan profesi, maka yang terganggu bukan hanya hak individu, tapi juga hak masyarakat untuk tahu.
Redaksi FHI dan PWI Siap Kawal Proses Hukum!
Redaksi Fakta Hukum Indonesia (FHI) menyatakan siap mengawal penuh kasus ini hingga ke jalur hukum tertinggi. Perlindungan terhadap jurnalis bukan negosiasi—itu adalah keharusan negara yang menjunjung demokrasi dan kebebasan berpendapat.
PWI Bekasi Raya membuka ruang pendampingan hukum, koordinasi dengan Dewan Pers, hingga pelaporan resmi kepada aparat penegak hukum agar kasus ini tidak berhenti sebagai berita semata, melainkan menjadi preseden hukum untuk melindungi seluruh wartawan di Indonesia.
“Kami tidak akan diam. Kami akan berdiri di garda terdepan melawan teror terhadap jurnalis. Siapa pun yang mengancam pers, sedang bermain api dengan demokrasi!” tutup Ade Muksin. (Red)