Lamandau, Kalteng – Sekelompok warga bersama koalisi enam Organisasi Masyarakat (Ormas) duduki areal Perekebunan Kelapa Sawit (PKS) milik PT Gemareksa Mekarsari (GMR) dan PT Satria Hupasarana (SHS) yang terletak di dua Kecamatan, Kec. Bulik dan Kec. Menthobi Raya Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah.
Alasan mereka mendirikan tenda di areal perusahan berbendera PT Karya Teknik Agri Group tersebut lantaran warga Desa Perigi Raya, Bukit Raya dan Bukit Makmur, Kec. Bulik dan Kec. Menthobi Raya itu menyakini jika sampai saat ini sengketa yang terjadi antara pihak warga dan perusahaan belum terselesaikan.
“Khususnya daerah transmigrasi H1 Bukit Makmum dan H2 Desa Bukit Raya dan desa Perigi Raya,” kata salah satu perwakilan warga, Kristianto D Tundjang. Senin (5/12/ 2022).
Mereka melakukan aksi tersebut bersama koalisi enam Ormas. Diantaranya, Gerakan Betang Bersatu Kalimantan Tengah (GBB-KT), Borneo Sarang Paruya (BSP), Mandau Apang Baludang Bulau (MABB) Gerakan Peduli Pembangunan Se-Kalimantan (GPPS), Persatuan Silat Dayak Kalimantan Tengah (PSDKT) Tantara Lawung, Forum Pemuda Dayak (Fordayak).
Selain menuntut perusahaan untuk menghentikan kegiatan di luar areal Hak Guna Usaha (HGU), mereka juga meminta pihak perusahaan memberikan Corporate Social Responsibility (CSR) kepada warga di sekitar kebun secara adil dan merata.
Terkait Keputusan Menteri LHK RI Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 Tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan.
Kristianto meminta pihak perusahaan menunjukan SK evaluasi dan bukti pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Selain itu, warga dan ormas meminta 200 meter kanan dan kiri jalan untuk area pemukiman dan 20 persen dari kebun inti untuk plasma, jika tidak dipenuhi kami akan tetap bertahan dan memanen buah sawit di area yang kami tentukan. Hal ini merupakan aksi agar pihak perusahaan memenuhi tuntutan kami,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Asisten General Manajer (AGM) PT GMR dan PT SHS, Syarifullah didampingi dua orang stafnya mengungkapkan, jika tuntutan sekelompok warga tersebut tidak mendasar, Bahkan dinilai sudah tidak sesuai dengan fakta yang ada. “Pasalnya, selama ini pihak perusahan telah menjalankan usaha sesuai dengan aturan,” dalih Syarifullah.
Terkait SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tersebut sudah sangat jelas dan terperinci disampaikan Kementrian LHK RI jika dari 106 Daftar SK Izin Konsesi Kawasan Hutan yang dicabut selama periode September 2015 hingga Juni 2021, Menteri LHK RI telah mengeluarkan PT GMR dan SHS dari Daftar.
“Hal tersebut juga sudah dilakukan klarifikasi oleh kementerian terkait,” tuturnya.
“Sementara, berdasarkan Kepmen LHK RI Nomor SK.1183/SETJEN/KUM.2/12/2021 tanggal 3 Desember 2021, PT GMR – SHS mencakup aspek usaha, teknis atau fisik, ekonomi dan keuangan yang menjadi pertimbangan usaha dan bagi peningkatan ekonomi masyarakat dianggap memenuhi standar kelayakan,”ujarnya.
Ia menambahkan, Menteri LHK RI mengeluarkan Keputusan Nomor SK.687/MENLHK/SETJEN/PLA.2/7/2022 Tentang Penertiban dan Penataan Pemegang Pelepasan Kawasan Hutan Atas Nama PT GMR dan PT SHS.
“Menanggapi tuntutan terkait pemenuhan plasma 20 persen juga sudah dipenuhi perusahaan. Begitupun dengan CSR untuk warga di sekitar perusahan. Ia menilai tindakan sekelompok warga tersebut sama sekali tidak berdasarkan fakta di lapangan,” paparnya.
Meski demikian, kata Syarifullah pihak perusahan mempersilahkan sekelompok warga tersebut menyelesaikan persoalan tersebut ke jalur hukum. “Jika masih menilai perusahan bekerja tidak sesuai aturan, silahkan layangkan gugatan (ke pengadilan). Negara kita, negara hukum,” kata Syarifullah.
Syarifullah menambahkan, jika sekelompok warga tersebut tetap bersikeras untuk menduduki area perkebunan milik PT GMR dan PT SHS, apalagi sampai melakukan pemanenan buah sawit di sana, pihaknya akan melaporkan tindakan tersebut ke pihak kepolisian.
“Itu ranahnya sudah pidana. Karena mereka mengambil di lahan kami, apa namanya kalau bukan pencurian,” tegasnya.
Dari pantau awak media, pasca pembubaran oleh pasukan gabungan dari Kodim 1017/lmd, Polres Lamandau, Satpol-PP dan Batamad warga yang semula bertahan di area sekitar PT GMR yang masuk wilayah Kec. Bulik tidak lagi terlihat kembali.
Sementara, kelompok warga yang menduduki PT SHS yang masuk wilayah Kec. Menthobi Raya masih terlihat di lokasi (tenda) yang mereka dirikan. (M. Andreyanto/Tim).














