JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) tengah gencar mendorong penerapan kurikulum berbasis cinta kasih dan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di lingkungan pendidikan Islam. Program ini diharapkan mampu menanamkan nilai toleransi, kasih sayang, serta kesadaran akan pentingnya membangun keluarga yang harmonis dan saling menghargai.
Namun, langkah positif tersebut kini mendapat sorotan publik seiring mencuatnya dugaan kasus KDRT yang menyeret nama MAI, dosen UIN Raden Intan Lampung sekaligus pejabat di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Situasi ini menimbulkan kontras antara semangat Kemenag dalam menggaungkan “kurikulum cinta” dengan isu yang tengah ramai diperbincangkan.
Rektor UIN Raden Intan Lampung, Prof. Wan Jamal, membenarkan bahwa MAI memang tercatat sebagai dosen di kampus tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa yang bersangkutan telah bertugas di BPJPH sejak sebelum dirinya menjabat sebagai rektor. Pernyataan itu disampaikan untuk memperjelas status kepegawaian sekaligus menegaskan posisi institusi kampus.
Sementara itu, aktivis perempuan Widiawati menilai kasus ini menjadi ujian nyata bagi Kemenag. Ia menekankan bahwa kurikulum cinta yang digaungkan tidak boleh berhenti pada tataran konsep atau wacana, melainkan harus benar-benar diwujudkan dalam praktik pendidikan, keteladanan pejabat publik, serta kehidupan sosial masyarakat.
Publik juga menyoroti posisi BPJPH yang kini berstatus sebagai Lembaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) di bawah Presiden, sehingga perhatian terhadap kasus ini semakin besar. Masyarakat berharap agar Kemenag dan lembaga terkait memperkuat pengawasan, menjaga integritas para pendidik dan pejabat, serta memastikan nilai-nilai kurikulum cinta benar-benar dijalankan secara konsisten. (Red)