Ketum DePA-RI Dr. TM Luthfi Yazid (kiri) bersama Menteri Lingkungan Hidup era Pak Harto, Prof. Dr. Emil Salim (kanan) di Jakarta beberapa waktu lalu (Foto: Dok. pribadi)
JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI) Dr. TM. Luthfi Yazid, S.H., LL.M mendesak Presiden Prabowo Subianto agar menindaktegas pelaku kejahatan lingkungan yang menyebabkan musibah banjir dan longsor udi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ketum DePARI dalam keterangan persnya yang disiarkan di Jakarta, Kamis (11/12) lebih lanjut menyayangkan lambatnya respons pemerintah pusat dalam menangani musibah banjir dan longsor besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Padahal, lanjutnya, musibah tersebut telah menelan lebih dari 1.300 orang meninggal dunia dan mengakibatkan ribuan orang hilang serta menghancurkan rumah dan harta benda masyarakat.
Disebutkan, meskipun desakan publik semakin menguat mengenai perlunya status Bencana Nasional terkait adanya musibah di tiga propinsi itu, Presiden Prabowo belum mengambil langkah tersebut.
Di saat yang sama, sejumlah menteri dan pejabat diduga mengambil kesempatan melakukan pencitraan di tengah penderitaan masyarakat dengan tampil seolah-olah peduli terhadap korban bencana, tetapi tidak menunjukkan tindakan substantif.
Menurut advokat senior yang pernah menjadi peneliti dan Pemimpin Redaksi Jurnal Hukum Lingkungan di Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) pada awal 1990-an itu, Presiden harus bertindak tegas dan tidak kompromi terhadap pelaku kejahatan lingkungan yang diduga berkontribusi pada terjadinya banjir dan longsor tersebut.
Tindakan tegas itu meliputi pencabutan izin usaha perusahaan perusak lingkungan; proses hukum pidana terhadap pelaku individu maupun korporasi; dan pertanggungjawaban korporasi berupa kewajiban pemulihan ekologis atas kerusakan hutan, punahnya flora-fauna, hilangnya berbagai spesies serta rusaknya ekosistem di wilayah Sumatera.
Keempat, penerapan prinsip strict liability, corporate liability, dan restorative justice dalam menindak perusahaan penyebab kerusakan linkungan dan bencana alam.
Luthfi menegaskan, benca alam sebesar yang terjadi di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara uubukan hanya masalah alam, melainkan buah dari kerakusan dan kerusakan lingkungan yang dibiarkan terjadi selama bertahun-tahun.
Selain kerusakan fisik dan korban jiwa, bencana itu juga menghancurkan sertifikat tanah, girik, dan dokumen pertanahan milik masyarakat. Banyak kantor desa dan kecamatan kehilangan arsip akibat banjir dan longsor di daerah yang terkena bencana.
Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan akibat buruk. Pertama, hilangnya kepastian batas-batas tanah. Kedua, meningkatnya sengketa antarwarga. Ketiga, Intervensi mafia tanah yang memanfaatkan kekacauan arsip. Keempat, konflik horizontal karena tidak jelasnya status kepemilikan.
Oleh karena itu DePA-RI mendesak Pemerintah mengambil langkah konkret berupa:
Pertama, pembentukan Satgas Penyelamatan dan Digitalisasi Arsip Pertanahan. Kedua, mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang cepat dan adil. Ketiga, perlindungan aparat desa agar tidak menjadi korban kriminalisasi akibat hilangnya arsip.
Jika pemerintah tidak bertindak cepat, sigap, dan tegas, menurut Ketum DePA-RI situasi ini bisa menjadi sangat berbahaya dan berpotensi memicu ketegangan sosial yang luas.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional, Luthfi yang pernah menjadi salah satu pengacara Prabowo Subianto dalam sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi, menginstruksikan seluruh anggota DePA-RI untuk memberikan bantuan hukum cuma-cuma (pro bono) kepada korban banjir-longsor di Sumatera.
Selain itu, ia mendesak Presiden untuk mencopot anggota kabinet yang tidak menjalankan tugas dengan baik; mengambil tindakan melalui perangkat hukum yang ada terhadap pejabat maupun mantan pejabat yang memiliki kontribusi, memberikan ijin serta memfasilitasi (baik langsung maupun tidak langsung) terhadap kerusakan hutan dan lingkungan.
DePA-RI menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi masyarakat dan memastikan penegakan hukum lingkungan dilakukan secara konsisten. DePA-RI berkomitmen mendampingi masyarakat yang memerlukan dan membutuhkan bantuan hukum.
“Bencana ini adalah tragedi kemanusiaan sekaligus alarm keras agar negara tidak lagi mentoleransi kejahatan lingkungan. Bukan hanya untuk generasi sekarang, namun juga untuk generasi mendatang,” tegas Ketum DePA-RI














