Johanis Tanak, Wakil Ketua KPK (foto: istimewa)
JAKARTA – Johanis Tanak Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Albertina Ho, Harjono dan Syamsudin Haris, selaku Anggota Dewas telah melakukan Pembocoran Dokumen Rahasia KPK sebagai Lembaga Negara.
“Pembocoran Dukumen Rahasia Negara tersebut terjadi pada saat Hasil Ekstrasi dari Hp Idris Sihite yang dilakukan KPK untuk kepentingan Penyidikan penanganan perkara kourpsi, diambil oleh anggota Dewas KPK tersebut,” kata Johanis Tanak di Jakarta, kepada Fakta Hukum, Rabu (16/8/2023).
Ia mengatakan Keenam whatsapp hasil Ekstraksi dari Hp Idris Sihite seharusnya dimusnahkan, malah diambil oleh Dewas KPK dan dianggap sebagai Temuan Pelanggaran Etik terhadap Johanis Tanak (JT).
“Temuan Dewas atas whatsapp hasil ekstraksi dari Hp Idris Sihite digunakan sebagai dasar oleh Albertina Ho, Harjono dan Syamsudin Haris ke sidang etik terhadap JT,” tutur JT.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa Tumpak Haturangan Penggabean (THP) selaku Ketua Dewas KPK dan Prof Indriyanto Seno Adji (Prof ISA) sebagai Anggota Dewas, menolak untuk menjadi majelis etik dalam sidang etik terhadapnya.
“Menolaknya THP dan Prof ISA menjadi majelis sidang etik kemungkinan karena HTP dan Prof ISA tidak sependapat whatsapp hasil ekstraksi dari Hp Idris Sihite dijadikan dasar atau alasan pelanggaran etik terhadap saya,” kata JT yang juga mantan Kajati Sulawesi Tengah dan Kajati Jambi serta pernah menjadi Direktur B Intelijen Kejaksaan Agung.
Ia mengemukakan bahwa hasil ekstraksi dari Hp Idris Sihite yang didapati 6 whatsapp dari JT yang sudah dihapus beberapa detik sebelum dibaca oleh Idris Sihite yang tidak digunakan untuk kepentingan Penyidikan, harus dimusnahkan.
Polemik internal tersebut telah menjadi konsumsi publik, karena Albertina Ho berkali-kali lewat media mengungkapkan polemik internal KPK dan memberi opini buruk terhadap Johanis Tanak.
“Pasal 1 Angka 4 UU No 11/2008 Tentang ITE mengatur bahwa dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik, dengan demikian hasil ekstraksi yang dilakukan oleh KPK terhadap Hp Idris Sihite, termasuk Dokumen Elektronik,” tandas JT.
Menurut JT, doktor hukum dari Unair itu, hasil ekstraksi KPK dari Hp Idris Sihite hanya dapat digunakan untuk Penyelidikan, Penyidikan dan hanya untuk kepentingan Peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Diketahui berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE pada pokoknya menyatakan bahwa setiap informasi elektronik termasuk sebagai Dokumen Elektronik.
Pasal 12 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 mengatur bahwa Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, KPK berwenang melakukan Penyadapan.
Pasal 12D ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 mengatur bahwa Hasil penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Bersifat “RAHASIA” dan hanya untuk kepentingan Peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12D ayat (2) UU No. 19 Tahun 2019 mengatur bahwa Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, wajib dimusnahkan.
“Berdasarkan uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perbuatan Albertina Ho, Harjono dan Syamsudin Haris mengambil hasil eksraksi dari Hp Idris Sihite adalah perbuatan membocorkan Dokumen Rahasia Negara dengan ancam hukuman pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 112 sd Pasal 115 KUHP,” tegas JT.
JT akan melaporkan Albertina Ho, Harjono dan Syamsudin Haris, kepada pihak penegak hukum, demikian yang disampaikan kepada Fakta Hukum.
“Selain itu tidak menutup kemungkinan saya akan mengajukan gugatan TUN terhadap putusan Dewas maupun gugatan perdata terhadap ketiga anggota Dewas tersebut,” pungkas JT.
(Edut/Dunk)