Ia pun merasa sangat dirugikan, karena ia mengaku telah merawat dengan sangat baik kendaraan tersebut, dan tidak pernah sekalipun berniat untuk melepaskan diri dari tanggung jawab. Sehingga akibat dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT Adira tersebut, Hendri mengajukan gugatan ganti rugi lebih dari Rp 300 juta.
“Saya juga sempat melaporkan hal ini ke polres Lamandau, tapi kemudian tidak berlanjut dan disarankan untuk melakukan gugatan perdata. Setelah saya lapor ke polres, mereka sempat menawari uang ganti rugi dari Rp 20 juta sampai Rp 35 juta, tapi saya tolak, karena kerugian saya lebih besar,” cetusnya.
Sementara itu, kuasa hukum Hendri, Melky Yuwono membeberkan bahwa sesuai putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020, yang pada intinya penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri, melainkan harus
mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.
“Berdasarkan UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yaitu pada Pasal 23 Ayat (2) berbunyi bahwa pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis dahulu dari Penerima Fidusia,” tambahnya.
Ia melanjutkan, sehingga hal ini sangat beralasan penggugat menuntut kerugian-kerugian tersebut kepada tergugat karena ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang diderita oleh Penggugat.
“Sebagaimana Pasal 1365 KUH Perdata bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena ulahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut,” tegasnya. (An)